This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

Senin, 05 Maret 2012

Al-Aqsa, Yang Sebenarnya!


Melihat foto di atas, mungkin banyak dari kita akan segera memilih foto sebelah kiri sebagai Masjid Al-Aqsa. Namun percayalah, foto sebelah kanan yang berupa masjid dengan kubah yang berwarna hijau itulah Masjid Al-Aqsa yang sebenarnya.

Dewasa ini, telah terjadi banyak kesalahpahaman diantara umat muslim tentang masjid Al-Aqsa yang sebenarnya. Banyak umat muslim maupun non-muslim yang mempublikasikan foto Masjid Al-Aqsa yang salah, tapi yang mengkuatirkan saat ini, kebanyakan umat muslim memajang foto Qubbatus Shakrah (Kubah Batu/ Dome of The Rock) dirumah maupun dikantor mereka dengan sebutan Masjid Al-Aqsa. Ini telah menjadi kesalahan umum di dunia muslim.

Namun tragedi sesungguhnya adalah bahwa kebanyakan generasi muda/ anak-anak muslim (sebagaimana juga muslim dewasa) diseluruh dunia, tidak dapat membedakan antara Masjid Al Aqsa dengan Qubbatus Shakrah (Kubah Batu).

Mengenal Kompleks Masjid Al-Aqsa

Al-Masjid El-Aqsa merupakan nama arab yang berarti Masjid terjauh. 10 tahun setelah Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama, beliau melakukan perjalanan malam dari Mekkah ke Baitul Maqdis (Jerusalem) dan kemudian menuju langit ketujuh untuk menerima perintah sholat 5 waktu dari Allah, peristiwa ini disebut Isra’ Miraj.

Sebelum turun perintah menjadikan Mekkah sebagai kiblat sholat umat muslim, selama 16 setengah bulan setelah Isra Miraj, Jerusalem dijadikan arah kiblat.


Ketika masih hidup, Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat muslim untuk tak hanya mengunjungi Mekkah tapi juga Masjid Al-Aqsa yang berjarak sekitar 2000 kilometer sebelah utara Mekkah.

Masjid Al-Aqsa merupakan bangunan tertua kedua setelah Ka’bah di Mekkah, dan tempat suci dan tempat terpenting ketiga setelah Mekkah dan Madinah.

Luas kompleks Masjid Al-Aqsa sekitar 144.000 meter persegi, atau 1/6 dari seluruh area yang dikelilingi tembok kota tua Jerusalem yang berdiri saat ini. Dikenal juga sebagai Al Haram El Sharif atau oleh yahudi disebut Kuil Sulaiman. Kompleks Masjid Al-Aqsa dapat menampung sekitar 400.000 jemaah (Masjid Al-Aqsa menampung sekitar 5.000 jamaah, selebihnya sholat di kompleks yang ber-area terbuka).

Pembangunan kembali kompleks Masjid Al-Aqsa dimulai 6 tahun setelah Nabi wafat oleh Umar Bin Khattab. Beliau menginginkan untuk dibangun sebuah masjid di selatan Foundation Stone (membelakangi Foundation Stone, menghadap selatan/Mekkah). Pembangunan tersebut dilakukan oleh Khalifah Ummayah Abd Al Malik Ibn Marwan dan diselesaikan oleh anaknya Al Walid 68 tahun setelah Nabi wafat dengan diberi nama Masjid Al Aqsha.


Di pusat kompleks Kuil Sulaiman, terdapat Foundation Stone yaitu batu landasan yang dipercaya umat Yahudi sebagai tempat Yahweh menciptakan alam semesta dan tempat Abraham mengorbankan Isaac. Bagi umat Islam batu ini adalah tempat Nabi Muhammad menjejakkan kakinya untuk Mi’raj. Untuk melindungi batu ini, Khalifah Abd Al Malik Ibn Marwan membangun kubah dan masjid polygon, yang kemudian terkenal dengan nama Dome of The Rock (Kubah batu).

Kekeliruan antara Masjid Al-Aqsa dengan Dome of The Rock dan Agenda Israel menghapuskan Masjidil Aqsa


Masjidil Aqsa merupakan kiblat pertama bagi Umat Islam sebelum dipindahkan ke Ka’bah dengan perintah Allah SWT. Kini berada di dalam kawasan jajahan Yahudi. Dalam keadaan yang demikian, disinyalir pihak Yahudi telah mengambil kesempatan untuk mengelirukan pengetahuan Umat Islam dengan mengedarkan gambar Dome of The Rock sebagai Masjidil Aqsa.


Tujuan mereka hanyalah satu: untuk meruntuhkan Masjidil Aqsa yang sebenarnya dan mendirikan kembali haikal Sulaiman. Saat ini, hanya “Tembok sebelah Barat” yang tersisa dari bangunan kuil atau istana Sulaiman yang masih berdiri, dan pada saat yang bersamaan tempat ini dinamakan “Tembok Ratapan/Wailing Wall” oleh orang Yahudi. Apabila Umat Islam sendiri sudah keliru dan sulit untuk membedakan Masjidil Aqsa yang sebenarnya, maka semakin mudahlah tugas mereka untuk melaksanakan rencana tersebut, karena bila Masjid Al-Aqsa diruntuhkan, kebanyakan umat tidak akan menyadarinya.

Berikut disertakan terjemahan surat yang ditulis dan dikirimkan oleh Dr. Marwan kepada ketua pengarang harian “Al-Dastour” tentang kekeliruan umat dan hubungannya dengan rencana zionis.


"Terdapat beberapa kekeliruan antara Masjidil Aqsa dan The Dome of The Rock. Apabila disebut tentang Masjidil Aqsa di dalam media lokal maupun internasional, foto The Dome of The Rock-lah yang ditampilkan. Alasannya adalah untuk mengalihkan masyarakat umum yang merupakan siasat Israel. Tinjauan ini diperoleh saat saya tinggal di USA, dimana saya telah mengetahui bahwa Zionis di Amerika telah mencetak dan mengedarkan foto tersebut dan menjualnya kepada orang arab dan Muslim. Kadangkala dijual dengan harga yang murah bahkan kadang diberikan secara gratis agar Muslim dapat mengedarkannya dimana saja. Baik dirumah maupun kantor.



Hal ini meyakinkan saya bahwa Israel ingin menghapuskan gambaran Masjid Al-Aqsa dari ingatan umat Islam supaya mereka dapat memusnahkannya dan membangun kuil mereka tanpa ada publikasi. Bila ada yang membangkang atau memprotes, maka Israel akan menunjukkan foto The Dome of The Rock yang masih utuh berdiri, dan menyatakan bahwa mereka tidak berbuat apa-apa. Siasat yang sungguh pintar! Saya juga merasa amat terperanjat ketika bertanya kepada beberapa rakyat arab, Muslim, bahkan rakyat Palestina karena mendapati mereka sendiri tidak dapat membedakan antara kedua bangunan tersebut. Ini benar-benar membuatkan saya merasa kesal dan sedih karena hingga kini Israel telah berhasil dalam siasat mereka."


Dr. Marwan Saeed Saleh Abu Al-Rub Associate Professor,
Mathematics Zayed University Dubai

Demikianlah, dengan kondisi yang mengkuatirkan ini, kita sebagai muslim hendaklah turut membantu menyebarkan informasi yang benar kepada saudara kita dan dunia. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari distorsi informasi lebih jauh yang akhirnya akan merugikan umat bila tidak disikapi dengan baik.

Wallahua’lam.



Pustaka :

1. Ebook: Kaum-kaum yang Telah Binasa, Harun Yahya
2. http://harry.sufehmi.com/archives/2007-02-19-1419/ : Masjid Al-Aqsa, atau Dome of Rock ?
3. http://newyorkermen.multiply.com/ : Apa yang Kita ketahui tentang Masjid Al Aqsa??
4. http://www.atlastours.net/holyland/al_aqsa_mosque.html : Al-Aqsa Mosque, Jerusalem
5. http://www.aulia-e-hind.com : What do u know about Masjid Al Aqsa..??
6. http://www.darulnuman.com/semasa/aqsa.html : Propaganda Yahudi Mengenai Masjidil Aqsa

Read more: http://www.atjehcyber.net/2012/02/al-aqsa-yang-sebenarnya.html#ixzz1oN2XotLS

Istilah-Istilah Pergaulan Anak Muda Aceh

Ada banyak sekali istilah-istilah yang menarik dalam pergaulan anak-anak muda di Aceh saat ini. Entah siapa yang memulai, sehingga istilah-istilah ini menjadi trend tersendiri dalam keseharian di kalangan Anak-anak Remaja, Anak muda, bahkan juga hingga orang-orang tua di Aceh pun sering menggunakan istilah ini.

1. Hana Peng Hana Inong

Istilah ini sudah terkenal dimana-mana, “Hana Peng, Hana Inong” yang artinya, “ga ada duit, ga ada cewek”. 
2. Eh Malam
Istilah ini sudah terkenal di kalangan anak-anak muda yang aktif dan dinamis. Jadi kalau Bang Rhoma terkenal dengan bergadang jangan bergadang, anak-anak muda di Aceh cukup bilang, “Eh malam” yang artinya Tidur Malam.

3. Bek Malee-Malee

Istilah ini artinya “Jangan Malu-malu”, mengajarkan kita walaupun narsis jangan berlebihan, tapi sebagai anak muda kita jangan malu-malu juga, kalau punya potensi diri yang besar, tunjukkan, tunjukkan kalau kita bisa! Tau ga kenapa Dinosaurus itu punah dari muka bumi ini? karena mereka malu-malu, jadi jangan sampai kejadian kita punah karena malu. *bener-bener ga ilmiah ini*

 4. Cang Panah
Istilah ini agak sulit diartikan secara harfiah (padahal aku sendiri ga tau arti harfiah itu apa). Boh Panah itu sendiri artinya Buah Nangka, nah, kalau kita kebanyakkan makan buah nangka apalagi sendirian siap-siap terkentut-kentut. Jadi, istilah diberikan kepada orang-orang yang banyak sekali obrolannya tapi ga ada isinya. Alhasil tidak ada garansi uang kita bisa kembali.

5. Cet Langet
Istilah ini artinya “Seperti Mengecat Langit”, kalau dalam peribahasa Indonesia, “seperti membuang garam ke dalam lautan”, pekerjaan yang sia-sia. Punya mimpi sah-sah aja, bagus malah, tetapi mimpi yang seperti apa yang bisa kita realisasikan, kalau sudah berlebihan, tinggal bilang, “cat langeeeet….”


6. Bek Lagee Jampok
Istilah ini sudah terkenal sejak dulu kala, mungkin sewaktu nenek-nenek kita masih remaja. Sebenarnya istilah Bek Lagee Jampook ini kalau diartikan secara bahasa artinya, “Jangan Seperti Burung Hantu”, namun kalau diartikan secara ilmiah gauliah, artinya “Jangan Narsis ya”. Sejarah mengatakan, pada jaman dulu kala, dalam sebuah hikayat Aceh, di sebuah rimba, sedang ada kumpul binatang, binatang-binatang ini sedang berunding untuk memilih pemimpin mereka, tiba-tiba saja Burung Hantu (Jampok) mengajukan diri dengan mengatakan kelebihan-kelebihannya, mulai dari bentuk wajah, paruhnya yang indah, dan lain-lain. sejak saat itulah muncul istilah “Bek Lagee Jampok!”, tapi sekarang istilah itu digunakan buat siapa saja yang narsis, walaupun ada istilah, no narsis,no eksis. :)

7. Gabuk Manok Gabuk Itek

Istilah ini artinya “Sibuk Ayam, Sibuk Itik” kalau secara gauliah artinya “Suka ikut-ikutan”. Melihat tetangga sudah punya mobil baru, kita juga punya yang sama atau lebih, tetangga punya kulkas baru, sibuk juga pengen punya. Jadi kesimpulannya, jadilah diri sendiri, jangan suka ikut-ikutan, apalagi kalau yang diikuti itu jelek dan tidak sesuai dengan hati nurani kita.

8. Jak Lom U Banda

Jak lom u banda…..kata2 yang pernah populer di aceh pada tahun 2007-2008 dan sekarang ini tahun 2009 hingga kini sudah berganti dengan kata slogan baru yang masih ngetop2nya di aceh..”eh malam..”…sejenak saya berpikir jak lom u banda, merupakan sebuah kalimat jenis kutukan dengan irama halus diucapkan dengan intonasi yang keras kerap diucapkan masyarakat aceh dalam keadaan sadar dan tidak sadar dalam kehidupan sehari2. 


Read more: http://www.atjehcyber.net/2011/11/istilah-istilah-pergaulan-anak-muda.html#ixzz1oMyrqiAI

“Aceh Nyaris Berdiri Sendiri”

Abu Krueng Kalee nyaris membuat Aceh menjadi sebuah negara yang berdiri sendiri. Namun semuanya buyar setelah usulan itu tak diterima Daud Beureueh yang pada akhirnya ia sendiri tertipu janji palsu Soekarno...

Oleh Aulia Fitri (*

Tgk. Muhammad Hasan Krueng Kalee
Sapaan akrab Abu Krueng Kalee jika bertandang ke Gampong Siem, Aceh Besar, mungkin tak asing lagi bagi masyarakat di sana. Tgk H Muhammad Hasan Krueng Kalee itulah nama aslinya yang kini telah bersemat megah di sebuah pondok pesantren: Darul Ihsan Tgk Hasan Krueng Kalee. Pesantren itu juga dikenal dengan sebutan “Dayah Manyang”.

Abu Krueng Kalee merupakan salah satu ulama kharismatik Aceh. Ia lahir pada 13 Rajab 1304 H/18 April 1886 M di Gampong Langgoe Meunasah Keutumbu, Mukim Sangeue, Kabupaten Pidie. Abu, begitu ia disapa, selain piawai dalam mengajarkan ilmu agama dan pendidikan, juga menjadi sosok ulama yang begitu peduli dengan keadaan politik dan sosial Aceh pada masa-masa kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Melihat sepak terjang Abu dan sejarah hidupnya memang sangat mengagumkan, khususnya bagi generasi Aceh yang ingin tahu banyak tentang kisah hidup ulama-ulama Aceh yang berjaya pada masanya.

Abu Krueng Kalee menjadi ulama bukan karena diagungkan oleh masyarakat Aceh pada waktu itu, melainkan pengorbanannya pada Aceh yang begitu besar, sehingga ia diberi gelar “Ma’rifaullah” atau “al A’rif billah”. Gelar itu ia terima pada sebuah forum tingkat tinggi ulama se-Aceh, 5 Mei 2007, di Masjid Raya Baiturrahman.

Pada pertemuan itu para ulama Aceh telah sepakat, selain Abu Krueng Kalee, ada tiga ulama lainnya yang telah sampai pada tingkat Ma’rifatullah. Dua di antaranya ulama terkemuka masa silam, yakni Syeikh Abdurrauf as Singkily dan Syeikh Hamzah al Fansuri dan Tgk H Muhammad Waly Al-Khalidy atau lebih dikenal dengan Tgk H Muda Waly—pendiri salah satu pesantren terkemuka di Labuhan Haji, Aceh Selatan.

Pandangan Politik Abu

Berbicara masalah politik (siyasah) bukan barang langka bagi Abu, terlebih setelah Indonesia merdeka. Abu piawai dalam mengambil berbagai keputusan politik di Aceh, karena didasari pada penguasaannya terhadap pelbagai ilmu sejarah, baik sejarah Islam (tarikh al Islamy) maupun dunia.

Dari itu, Abu mampu mengkaji elemen-elemen sosial dan politik dalam menghadapi berbagai persoalan dan peristiwa yang muncul saat itu.

Dalam biografi singkat “Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee (1886-1973): Ulama Besar dan Guru Umat” yang diterbitkan Yayasan Darul Ihsan Tgk Hasan Krueng Kalee disebutkan, pada hakikatnya seseorang yang ingin mendalami kandungan Alquran dengan baik dan benar, mutlak harus mengetahui Sirah Nabawiyah sebagai upaya mengambil suatu hukum dan i’tibar serta memahami dengan benar ilmu fiqh sirah.

Hal itulah yang dipraktikkan Abu dalam menghadapi berbagai peristiwa politik yang terjadi di Aceh dan nusantara semasa hidupnya.

Perannya sebagai seorang ulama salafi dan sufi terkemuka, tidak membuatnya jauh dari berbagai persoalan-persoalan umat. Kiprahnya selalu hadir mengiringi setiap peristiwa yang muncul di sekelilingnya.

Salah satu hal yang masih membekas pada rakyat Aceh adalah lahirnya “Makloemat Oelama Seloeroeh Atjeh” pada 15 Oktober 1945. Maklumat itu dicetak dalam bentuk selebaran dan dibagikan ke seluruh Aceh dan wilayah Sumatera.

Maklumat itu dikeluarkan di Kutaradja (Banda Aceh). Diprakarsai oleh empat tokoh ulama yang mewakili seluruh ulama Aceh, yakni Tgk H M Hasan Krueng Kalee, Tgk M Daud Beureueh, Tgk H Dja’far Siddik Lamjabat dan Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri. Maklumat itu merupakan wujud dukungan ulama Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan Presiden Soekarno.

Inti muatannya, maklumat berisi keyakinan para ulama yang bernilai fatwa: perjuangan mempertahakan kemerdekaan Indonesia adalah sama dengan perjuangan suci yang disebut perang sabil (jihad fi sabilillah) meneruskan perjuangan Aceh terdahulu seperti perjuangan Tgk Chik di Tiro dan pahlawan kebangsaan lainnya.

Legitimasi maklumat mewakili rakyat Aceh ini juga mendapat dukungan penuh dengan dicantumkannya atau diketahui oleh Teuku Nyak Arif selaku Residen Aceh dan disetujui oleh Tuwanku Mahmud (keturunan Sultan Aceh) selaku Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh (KNIDA).

Tak lama setelah keluarnya Maklumat Bersama itu, Abu mengeluarkan seruan/maklumat tersendiri. Seruan yang sangat penting atas nama pribadinya pada 25 Oktober 1945. Isinya tak jauh beda dengan maklumat bersama.

Seruan yang ditulis dalam bahasa Arab Jawi itu dicetak oleh Markas Daerah PRI (Pemuda Republik Indonesia). Disertai surat pengantar yang ditandatangani Ketua Umum PRI, Ali Hasjmy, 8 November 1945 dengan Nomor 116/1945. Maklumat itu kemudian dikirim ke seluruh pimpinan dan ulama Aceh.

Adanya maklumat itu berdampak positif bagi pemerintahan RI. Berbagai dukungan fisik dan materil rakyat Aceh untuk membiayai perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia tak terbendung, sehingga saat kunjungan pertama Presiden Soekarno ke Aceh, Juni 1948, dengan lantang Soekarno menyatakan bahwa Aceh dan segenap rakyatnya adalah modal pertama bagi kemerdekaan RI.

Aceh Nyaris Berdiri Sendiri

Di Blang Padang, Banda Aceh, ada sebuah bangunan tua bekas pusat pemerintahan Belanda. Kini telah berubah wujud. Dijadikan SMA Negeri 1 Banda Aceh.

Di ‘gedung setan’, sebutan rakyat Aceh waktu itu terhadap kantor Belanda (SMAN 1 Banda Aceh kini), menjadi saksi bisu fakta sejarah tanggal 20 Maret 1949. Di gedung itulah pertemuan penting para tokoh-tokoh di Aceh berlangsung, salah satunya Abu Krueng Kalee.

Pertemuan itu membahas isi sebuah surat tertanggal 17 Maret 1949 yang dikirim Wali Negara Sumatera Timur, DR Teungku Mansur ke Aceh. Saat itu Aceh merupakan provinsi yang dipimpin seorang Gubernur Militer dan Sipil yang membawahi wilayah Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Dan surat itu berisi undangan kepada Tgk M Daud Beureueh selaku Gubernur Militer Aceh untuk menghadiri rapat yang diberi nama “Muktamar Sumatera” untuk membahas pembentukan “Negara Republik Federasi Sumatera”.

Padahal, Muktamar Sumatera itu merupakan gagasan terselubung dari politiknya Gubernur Hindia Belanda Van Mook untuk memecah-belah wilayah Indonesia yang sudah memproklamirkan kemederkaannya bisa bubar. Van Mook melakukan itu karena seluruh wilayah di Indonesia saat itu telah berhasil diduduki Belanda pascaagresi militer ke II tahun 1948.

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di bawah kepemimpinan Syahruddin Prawiranegara yang dibentuk atas perintah Soekarno, akhirnya harus pindah-pindah, yakni ke Yogyakarta, Bukit Tinggi, dan Aceh, karena kala itu ibukota RI di Jakarta telah diduduki Belanda serta sejumlah tokoh nasional dan termasuk Soekarno telah berhasil ditawan Belanda.

Hanya Aceh, satu-satunya yang sepanjang perang revolusi fisik (1945-1949) tidak berhasil diduduki Belanda, sehingga gagasan yang ditawarkan oleh Van Mook untuk bergabung dalam Negara Republik Federasi Sumatera (NRFS) akan membuat Indonesia pada akhirnya tak lagi berwujud.

Kepentingan Belanda untuk Aceh agar bergabung bersama NRFS sangat besar. Aceh dianggap Belanda telah menjadi daerah modal RI dan tak lagi memberi dukungan dan perjuangan untuk rakyat Indonesia ke wilayah lain.

Suasana ‘gedung setan’ pun hari itu berlangsung panas. Terjadi perdebatan sejak jam 10 pagi sampai jelang jam 11 malam. Hasilnya berupa tiga pilihan: sebagian menerima ajakan Van Mook bergabung bersama NRFS; sebagian ingin memproklamasikan Aceh sebagai negara sendiri; dan sebagian tetap setia mempertahankan negara Republik Indonesia.

Dari tiga pilihan itu, hanya Abu yang mengusulkan Aceh untuk berdiri sendiri. Berbagai pertimbangan Abu uraikan. Menurutnya, roda pemerintahan Republik Indonesia sudah lumpuh. Secara defacto, wilayah RI sudah kembali diduduki Belanda, kecuali Aceh.

Selain itu, Aceh telah memiliki sejarah dan kemampuan secara militer untuk berdiri sendiri lewat salah satu komando Tgk Daud Beureueh yang menjabat Gubernur Militer dan Sipil untuk Aceh, Langkat, dan, Tanah Karo, sehingga berbagai alat persenjataan berat peninggalan Jepang yang berhasil dikuasai pejuang Aceh bisa menjadi salah satu modal kemampuan Abu dan para ulama lain untuk menggalang kekuatan rakyat dalam mendukung gagasan tersebut.

Namun saat berbagai gagasan dan uraian disampaikan Abu, Tgk Daud Beureueh juga meminta pendapat peserta rapat atas tawaran Van Mook, tetapi tidak ada satupun dari mereka memberikan tanggapan.

Menurut Tgk Ishak Ibrahim, salah satu anggota TNI yang pernah bertugas di Makassar dan pada masa DI/TII menjabat sebagai komandan Batalion DI/TII wilayah Darussalam, malam itu Tgk Daud Beureueh akhirnya menanyakan tanggapan ke Abu tentang tawaran Van Mook.

Abu dengan tegas menjawab, “Kalau mau senang, lepaskan Aceh dari RI. Ambil yang baik meskipun itu keluar dari mulut rimueng (harimau).”

Tgk Daud Beureueh menentang keras jawaban Abu. Padahal sosok Abu di mata Daud Beureueh adalah seorang guree (guru). Daud Beureueh pun kembali mempertegas: kesetiaan rakyat Aceh terhadap RI bukan dibuat-buat, melainkan kesetian yang tulus dan ikhlas dengan hati nurani yang penuh perhitungan dan perkiraan.

Dalam pidatonya, Tgk Daud Beureueh mengatakan “…sebab itu, kita tidak bermaksud untuk membentuk suatu Aceh Raya, karena kita di sini bersemangat Republiken. Untuk itu, undangan dari Wali Negara Sumatera Timur itu kita pandang sebagai tidak ada saja, dari karena itu tidak kita balas.”

Penolakan Tgk Daud Beureueh juga didasari atas keyakinannya bahwa Soekarno akan menepati janji-janji yang telah disampaikan dengan linangan air mata kepadanya dalam kunjungan ke Aceh tahun 1948. Pada Tgk Daud Beureueh, Soekarno berjanji akan memberikan izin bagi Aceh untuk mengurus daerahnya sendiri dan menjalankan syariat Islam.

Akhirnya, usulan Abu tak mendapat dukungan penuh dari peserta rapat. Ia kalah oleh pandangan mayoritas yang ingin tetap bergabung dengan RI. Hasil akhir pun memutuskan untuk menolak ajakan DR Teungku Mansur dan gejolak membentuk NRFS berakhir dengan sendirinya.

Akan tetapi semangat Abu Krueng Kalee belum surut. Ia didampingi muridnya Tgk Idrid Lamnyong di kediamannya di Banda Aceh, kembali mengajak Tgk Daud Beureueh mendirikan Pemerintahan Aceh. Ajakan itu diungkapkannya sehari menjelang penyerahaan kekuasaan Belanda kepada Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) di Den Haag, 27 Desember 1949.

Namun jawaban Daud Beureueh juga tak berubah. Perdebatan sengit pun kembali terjadi, hingga akhirnya Abu mengatakan, “mulai jinoe, bek ka peugah sapeu le bak lon, kah hana ka teupeu… (mulai sekarang jangan katakan apapun lagi pada saya, kamu tidak tahu—apa yang saya tahu—)… .”

Logika Agama dan Ilmu Hakikah

Menelaah secara logika, apa yang disampaikan Tgk Daud Beureueh lewat pandangannya bersama tokoh-tokoh lain untuk mendukung Aceh tetap bergabung dengan Republik Indonesia memang tidak dapat disalahkan.

Pandangan tersebut terlihat dari motivasi dan prinsip mashalah yang lebih besar, karena demi memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara Indonesia yang pada saat itu mati suri. Apalagi janji-janji Soekarno masih begitu terpatri dalam setiap ingatan rakyat Aceh, sehingga sulit dipercaya jika janji itu akan dikhianati dikemudian hari. Bak seorang negarawan sejati tentu akan mengambil kesimpulan yang sama dengan Daud Beureueh.

Abu sendiri dalam menilai persoalan ini tetap merujuk pada logika agama. Namun di sisi lain Abu juga melihat dengan ilmu hakikah atau disebut ilmu firasat (laduni). Salah satu ilmu yang diberikan Allah SWT kepada para walinya yang telah mencapai maqam ma’rifah, sehingga sulit bagi awam untuk mengerti pada awalnya.

Jelas sekali padangan Abu sangat bertolak belakang jika merujuk apa yang terjadi pada Maklumat Ulama sebelumnya. Namun bagi orang yang paham sikap dan pola pikir Abu dalam mengambil suatu keputusan, tentu akan menjadi jelas dan mudah mengerti.

Melihat kondisi awal kemerdekaan, menjadi alasan bahwa mengharamkan umat Islam keluar dari ketaatan pemimpin jika sudah terpilih atau diakui secara mayoritas, walaupun pemimpin itu fasiq atau jahat, selama ia tidak mengharamkan umat untuk mengerjakan salat dan farzu lainnya. Maka menurut pemahaman sunni, pemimpin itu harus tetap ditaati, walau boleh dibenci.

Lain halnya saat Indonesia pascaagresi militer, di mana Pemerintah RI sudah lumpuh dan tak bisa lagi berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun demikian situasi di Bukit Tinggi tak lagi aman. Bahkan Daud Beureueh meminta Presiden PDRI waktu itu Syafruddin Prawinegara hijrah ke Aceh, sehingga pemerintahan RI masih dapat dipertahankan.

Oleh karena itu, secara hukum agama, Aceh sudah memiliki momentum yang tepat dan boleh untuk mengumumkan negaranya sendiri demi menghindari kevakuman pemimpin dan pemerintahan, di mana kehilangan pemimpin menurut ajaran agama dan keyakinan Abu sangat dilarang dalam agama, seperti dalam salah satu riwayat ulama fiqih mengatakan: “Enam puluh tahun di bawah pemerintahan imam yang jahat lebih baik dari semalam tanpa pemimpin.”

Jadi, bisa dikatakan, tak ada kontradiksi antara kedua pandangan Abu dalam hal ini. Sebab pandangan tersebut berada dalam situasi dan kondisi negara yang sangat berbeda. Berbagai sikap politik Abu untuk mendukung dan lepas dari RI juga berpijak atas dasar agama dan dalil-dalil seperti ayat Alquran dan Hadis, Ijma serta kajian terhadap ilmu Fiqh Siyasah.

Kini Abu telah tiada, manusia yang hanya bisa berencana namun takdir Allah untuk menentukan apa yang berlaku. Wallahua’lam.

***

Penulis, salah satu pendiri dan penggiat di Komunitas Aceh Blogger.
Kutipan dari Sosok Abu Krueng Kalee di kancah Nusantara,  Rubrik Fokus Harian Aceh.


Read more: http://www.atjehcyber.net/2012/02/aceh-nyaris-berdiri-sendiri-sepak.html#ixzz1oMx415CL